Debut pria yang pernah bekerja sebagai arsitek di Bandung ini adalah sebuah pembuktian dari kecintaannya pada musik sejak kecil. Di album yang ia rilis secara indie lewat label Musik Tulus dengan distributor Demajors ini memang murni karyanya sendiri, dari lirik hingga musik.
Kenapa ia tak bergabung dengan label besar? “Label sendiri ataupun label besar, bagi saya sama saja, yang penting kontennya. Kalau ada cara dan kesempatan lebih cepat untuk membuat album sendiri, kenapa tidak? Lagi pula, karya juga dari saya sendiri. Praktis, biaya termahal hanya untuk proses rekaman,” ungkap Tulus. Ia lalu mengajak Ari Renaldi, pemilik studio tempat dia pernah merekam demo, untuk menjadi produser albumnya, dengan produser eksekutif Riri Muktamar yang juga kakak kandungnya.
Uniknya, Tulus yang punya kepekaan tinggi pada musik ini mengakui dirinya tak menguasai instrumen alat musik apa pun. Tidak pernah kursus instrumen musik dan kursus vokal, dari mana talenta musik diperolehnya? “Banyak mendengar lagu,” jawabnya. Ia menambahkan, “Saya suka menulis esai, lalu saya corat-coret hingga menjadi sebuah lagu. Setiap kali selesai satu lagu, saya akan menemui orang untuk memainkan gitar atau piano,” ujar Tulus, yang mengatakan, hingga sekarang.sudah ada 60 ‘draf’ lagu yang diciptakannya
Mengenai musiknya, Tulus enggan menyebutnya jazz. “Saya lebih senang menyebutnya eklektik,” kata Tulus, yang punya referensi beragam genre musik. “Sama seperti orang yang banyak membaca buku, kalau ditanya buku apa yang paling favorit, susah menjawabnya.”
Sejak kecil, ia hobi mengoleksi kaset. “Uang jajan saya simpan, setiap akhir minggu saya gunakan untuk membeli kaset. Kalau ke toko kaset, tidak pernah berencana mau beli yang mana, semua maunya diambil,” kenang Tulus, tentang kegemarannya berburu kaset, meski ibunya dulu punya toko kaset.
Ketika kuliah, Tulus sudah sering membawakan lagu-lagu standar jazz di Klab Jazz Bandung. Tapi, ia tak pernah menyangka, albumnya akan mendapat sambutan seperti sekarang.
Pada saat acara peluncuran albumnya yang digelar di Centre Culturel Francaise, Bandung, Tulus sempat tak yakin ada orang yang mau datang menontonnya. Tiket yang dijual sebanyak 350, ternyata ludes. “Saya pikir hanya akan ada 5 atau 10 orang yang datang. Tak disangka ratusan.” Tulus menambahkan, “Yang paling enak adalah bisa mendapatkan uang dari apa yang kita senangi. Itu adalah strata tertinggi karier impian,” ujarnya.(Musik Tulus)
EmoticonEmoticon